“PELAKSANAAN PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR DITINJAU PERATURAN PRESIDEN No. 9 TAHUN 2009, PMK No. 84/PMK.02/2011, PMK No. 74/PMK.012/2006” (PT. Cakrawala Citramega Multi Finance)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan perekonomian dunia yang begitu cepat, menyebabkan terjadinya kompetisi yang ketat di antara para pelaku pasar dalam penyediaan modal, di samping itu terjadinya peningkatan pelayanan jasa dalam kualitas dan kuantitas, yang melahirkan berbagai produk pasar yang serba memudahkan konsumen.
Peningkatan pelayanan dan penyediaan fasilitas kemudahan yang diadakan oleh para pelaku pasar, bukannya tidak beresiko bagi investasi, karenanya para investor lebih menyukai suatu produk pelayanan yang memiliki aspek legalitas, seperti suatu aturan atau perundang-undangan yang menjamin usaha yang dimaksud.
Dalam perkembangan bisnis dan usaha, sering kita jumpai beberapa jenis usaha pelayanan, sebut saja antara lain lembaga pembiayaan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.02/2011 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2012, Peraturan Menteri Keuangan No. 74/PMK.012/2006 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank.
Lembaga pembiayaan leasing dalam terjemahan di Indonesia disebut dengan sewa guna usaha, yaitu suatu lembaga pembiayaan yang berorientasi pada pemberian atau peminjaman sejumlah modal kerja dalam bentuk alat-alat produksi.
Fasilitas yang diadakan oleh perusahan leasing sebagai perusahaan pembiayaan, sangat meringankan konsumen/pasar yang kekurangan modal untuk membeli alat pendukung usaha, maka leasing menjadi alternatif.
Leasing sebagai lembaga pembiayaan dalam sistem kerjanya akan menghubungkan kepentingan dari tiga pihak yang berbeda, yaitu :
1. Lessor, adalah pihak leasing itu sendiri sebagai pemilik modal, yang nantinya akan memberikan modal alat atau membeli suatu barang .
2. Lessee, adalah nasabah atau perusahaan yang bertindak sebagai pemakai peralatan/barang yang akan di leasing atau yang akan disewakan pihak penyewa/lessor .
3. Vendor atau Leveransir atau disebut Supplier, sebagai pihak ketiga penjual suatu barang yang akan dibeli oleh lessor untuk disewakan kepada lessee.
Hubungan lessor dan lessee adalah hubungan timbal balik, menyangkut pelaksanaan kewajiban dan peralihan suatu hak atau tuntutan kewajiban dari kenikmatan menggunakan fasilitas pembiayaan, untuk itu antara lessor dan lessee dibuat perjanjian financial lease/kontrak leasing atau suatu perjanjian pembiayaan.
Bagi lessor, keuntungan yang hendak dicapai dalam perjanjian financial lease dengan lessee, semata-mata bertumpu pada terciptanya kepastian hukum terhadap suatu perjanjian, tentang serangkaian pembayaran oleh lessee atas penggunaan aset yang menjadi obyek lease, termasuk pengakuan lessee tentang penguasaan obyek oleh lessee yang kepemilikannya tetap dipegang oleh lessor, sehingga melahirkan hak secara hukum bagi lessor, bila terjadi wanprestasi oleh lessee untuk menjual atau menyita obyek lease. Sedangkan kerugiannya dapat berupa :
1. Sebagai pemilik, lessor mempunyai risiko yang lebih besar dari pada lessee  sehubungan dengan barang lease, maupun dengan kegiatan operasionalnya, yaitu adanya tanggungjawab atas tuntutan pihak ketiga, jika terjadi kecelakaan ataupun kerusakan atas barang orang lain yang disebabkan oleh lease property tersebut.
2. Pihak lessor, walaupun statusnya sebagai pemilik dari leasing property, tetapi tidak bisa melakukan penuntutan (claim) kepada pabrik /suplliernya secara langsung, tindakan tersebut harus dilakukan oleh lessee sebagai pemakai barang.
3. Sebagai pemilik barang, lessor secara hukum harus bertanggungjawab atas pembayaran beberapa kewajiban pajak tertentu.
4. Walaupun lessor mempunyai hak secara hukum untuk menjual leasing property, khususnya pada akhir periode lease, lessor belum tentu dapat yakin bahwa barang yang bersangkutan bebas dari berbagai ikatan seperti liens (gadai), charges, atau kepentingan-kepentingan lainnya.[1]
Bagi lessee, keuntungan yang hendak dicapai dalam perjanjian financial lease atau perjanjian pembiayaan dengan leasing adalah :
1. Capital Saving, yakni ia tidak perlu menyediakan dana yang besar, maksimum hanya down payment (uang muka) yang biasanya jumlahnya tidak banyak;
2. Tidak diperlukan adanya jaminan (agunan);
3. Terhindar dari resiko;
4. Masih tetap mempunyai kesempatan untuk meminjam uang dari sumber-sumber lain sesuai dengan kredit line yang dimiliki;
5. Mempunyai hak pilih (option rights).
Sedangkan kerugian-kerugian yang dapat timbul bagi pihak lessee dalam bentuk perjanjian pembiayaan ialah :
1. Hak kepemilikan barang hanya akan berpindah apabila kewajiban lease sudah diselesaikan dan hak opsi digunakan.
2. Biaya bunga dalam perjanjian pembiayaan biasanya lebih besar dari pada biaya bunga pinjaman bank.
3. Seandainya terjadi pembatalan perjanjian suatu lease, maka kemungkinan biaya yang akan timbul cukup besar.
4. Hak kepemilikan mungkin dianggap lebih ber-prestige dan lebih memberikan kepuasan kepada si pemilik.
5. Kemungkinan hilangnya kesempatan memperoleh benefit dari residual value.[2]
Eksistensi lembaga Leasing itu sendiri menjadi perdebatan apakah lembaga jual beli, sewa beli, jual beli dengan angsuran atau sewa menyewa dengan opsi membeli, hal tersebut berkaitan erat dengan hak kebendaan yang pada salah satu pihak menyangkut batas-batas hak dan tanggung jawabnya .
Tidak jarang hubungan lessor dan lessee hanya harmonis pada awal perjanjian, pada saat satu pihak membutuhkan sesuatu (modal pembiayaan) sedang pihak lain berusaha mendapatkan keuntungan, selanjutnya hubungan lessor dan lessee diwarnai berbagai persoalan dan yang utama serta paling sering adalah tertundanya pemenuhan kewajiban dari lessee pada lessor.
Tidak terlaksananya kewajiban lessee seperti yang diperjanjikan, merupakan tindakan wanprestasi yang dalam perusahaan leasing merupakan resiko usaha, bahkan tidak jarang lessor kehilangan obyek leasing.
Kerugian-kerugian yang dialami oleh perusahaan leasing /lessor, karena status barang masih miliknya dan lessee hanya memiliki opsi membeli, setelah berakhirnya pembayaran angsuran, untuk itu kemungkinan-kemungkinan kerugian yang disebabkan wanprestasi pihak lessee diperkecil resikonya dengan mempertajam klausula-klausula di dalam perjanjian pembiayaan, bahkan membuat akta-akta tambahan sebagai bentuk perjanjian lain yang disatukan dengan perjanjian pembiayaan.
Salah satu klausula penting dalam perjanjian leasing yang menjadi pegangan lessor untuk keamanan investasinya, adalah klausula larangan pengalihan obyek leasing selama obyek leasing masih dalam ikatan perjanjian leasing.
Di lapangan sering terjadi perpindahan hak oleh lessee karena sebab-sebab ekonomi, dengan terpaksa untuk efisiensi mengalihkan baik melalui sewa menyewa maupun pengalihan dalam konteks jual beli obyek leasing kepada pihak lain, tindakan ini berakibat hukum, terhadap perjanjian pembiayaan leasing yang dibuat antara lessee dan lessor, maupun akibat hukum terhadap obyek leasing serta menyangkut hak-hak pihak ketiga yang menerima pengalihan tersebut.
Seringnya terjadi pengalihan obyek leasing kepada pihak lain juga dialami oleh lembaga pembiayaan leasing PT. Cakrawala Citramega Multi Finance. Kebutuhan akan modal tambahan menyebabkan lessee melakukan tindakan-tindakan praktis dengan menjual atau menyewakan obyek leasing tanpa sepengetahuan PT. Cakrawala Citramega Multi Finance sebagai lessor, permasalahannya baru muncul pada saat terjadi wanprestasi oleh lessee yang mengakibatkan lessor harus mengeksekusi obyek leasing tersebut, sehingga memunculkan perlawanan dari pihak ketiga maupun dari lessee.
Kondisi-kondisi di atas menarik penulis untuk melakukan penelitian secara khusus pada perusahaan leasing PT. Cakrawala Citramega Multi Finance, dengan judul :
“PELAKSANAAN PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR  DITINJAU PERATURAN PRESIDEN No. 9 TAHUN 2009, PMK No. 84/PMK.02/2011, PMK No. 74/PMK.012/2006”
(PT. Cakrawala Citramega Multi Finance)
 
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah hubungan hukum para pihak dalam perjanjian leasing pada                 PT. Cakrawala Citramega Multi Finance ditinjau dari Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata?
2. Apakah perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian leasing pada    PT. Cakrawala Citramega Multi Finance ditinjau dari Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ?

C. Perumusan Masalah
Agar Pembahasan lebih terarah, penulis merasa perlu untuk mengetengahkan apa yang sebenarnya menjadi pokok permasalahan yang dibahas didalam skripsi ini, adapun perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan hukum para pihak dalam perjanjian leasing pada PT. Cakrawala Citramega Multi Finance ditinjau dari Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian leasing pada PT. Cakrawala Citramega Multi Finance di tinjau dari Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
     1.    Tujuan Penelitian
a.  Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan hukum para pihak dalam perjanjian leasing pada PT. Cakrawala Citramega Multi Finance di tinjau  dari Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
b.  Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian leasing pada PT. Cakrawala Citramega Multi Finance di tinjau  dari Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

     2.    Manfaat Penelitian
1. Dari segi Praktis, bagi pelaku usaha lembaga leasing, khususnya PT. Cakrawala Citramega Multi Finance, diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka pembuatan klausula perjanjian leasing, sehingga menghindari timbulnya permasalahan atau konflik dalam pelaksanaan perjanjian tersebut.
2. Dari segi Teoritis, bagi akademisi penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoritis berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya bidang hukum perjanjian.
E. Kerangka Teori
Berdasarkan penjelasan diatas, ada beberapa pendapat para ahli yang di antaranya adalah sebagai berikut :
Menurut HMA Savelberg dalam Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan bahwa kredit mempunyai arti: [3]
- sebagai dasar dari setiap perikatan dan seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain ;
- sebagai jaminan dan seseorang menyerahkan sesuatu pada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan

Menurut Drs. O.R Simorangkir dalam Hasanuddin Rahman :
Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit bertungsi koperatif antara Si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditor dengan debitor. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi dimasa-masa mendatang. [4]

Martono menyatakan :
Bank merupakan salah satu usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit baik dengan alat pembayaran sendiri dengan uang yang diperolehnya dari orang lain dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.[5]

Johanes menyatakan :
Kata "kredit" berasal dari bahasa Romawi "credere" yang berarti percaya atau credo atau creditum yang berarti saya percaya. Seseorang yang mendapatkan kredit adalah seseorang yang telah mendapat kepercayaan dari kreditur.[6]

Fockema Andreae menyatakan :
Bank adalah Suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga.[7]
Latumerissa menyatakan :
 kredit adalah : "Penyerahan sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atas dasar kepercayaan, sebagai pengganti sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis yang sepadan dihari kemudian.[8]

F.  Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Library (Study Kepustakaan) yaitu penelitian dengan menelusuri kepustakaan berupa buku, catatan surat kabar, majalah, dan sebagainya yang ada kaitannya dengan pokok permasalahan dalam penelitian yang dijadikan sebagai data penelitian.

G. Sistematika Penulisan
Adapun dalam sistem penyusunan, penulis mambagi pembahasannya menjadi lima Bab, selanjutnya dari tiap-tiap Bab penulis merincikannya menjadi sub Bab, dengan sususnan sebagai berikut :
BAB I     PENDAHULUAN
Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II   TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan tentang Tinjauan Umum Perjanjian Kredit, Leasing sebagai Lembaga Hukum Perjanjian , Tinjauan Umum Tentang Kredit.
BAB III  PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR PADA  PT. CAKRAWALA  CITRAMEGA MULTI FINANCE
Menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan pokok permasalahan, mengenai perjanjian leasing kendaraan bermotor pada  PT. Cakrawala Citramega Multi Finance, tinjauan umum tentang fidusia.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB ini berisi tentang hasil penelitian, hasil pembahasan,
BAB V   PENUTUP
Dalam bab ini diuraikan Kesimpulan dan saran.


[1]  Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Dalam Leasing. Rineka Cipta Jakarta.1994, hal. 5.
[2]  Ibid, hal.27
[3]  Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1989, hal. 21.
[4]  Rahman. Hasanuddin, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 95.
[5]  Martono, Bank Merupakan Lembaga Keuangan, Bandung. 2001. hal.35
6 Johanes, Asal Mula Pengertian Kredit, Jakarta. 2002. Hal. 82
6 Fockema Andreae, Bank sebagai Pemberi Pinjaman. Yogyakarta 1999. Hal. 17

[8]  Latumerissa, Kredit Memiliki Nilai Ekonomis Yang Sepadan Di Kemudian hari. Semarang. 2001. Hal 178

Comments