BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang
digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu.
Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si
pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung
maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu
dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Kalimat yang dapat mencapai
sasarannya secara baik disebut dengan kalimat efektif.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat
mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh
pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah
tepat, pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas,
dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan
tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan
bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang
dituliskan. Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya
secara tepat, unsur kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit.
Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan.
Sebaliknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan.
Kelengkapan dan keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan
komunikasi dan kesesuaiannya dengan kaidah (Mustakim, 1994:86).
Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai
kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai bahasa ilmiah. Hal ini
disebabkan oleh, antara lain, mungkin kalimat-kalimat yang dituliskan kabur,
kacau, tidak logis, atau bertele-tele. Dengan adanya kenyataan itu, pembaca
sukar mengerti maksud kalimat yang kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak
efektif. Berdasarkan kenyataan inilah penulis tertarik untuk membahas kalimat
efektif dengan segala permasalahannya.
B. Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan kalimat efektif?
- Apa saja unsur-unsur kalimat?
- Apa ciri-ciri kalimat efektif?
- Apa syarat yang mendasari kalimat efektif?
- Bagaimana struktur kalimat efektif?
C. Tujuan Pembahasan
- Agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunakan bahasa Indonesia sehingga menjadi baik dan benar
- Mengetahui apa dan bagaimana penggunaan kalimat efektif dalam berbahasa
- Menjaga kemurnian bahasa Indonesia
D. Manfaat Pembahasan
- Manfaat untuk diri sendiri: agar bisa memahami bagaimana yang dikatakan dengan kalimat efektif.
- Manfaat untuk kelompok: agar kita bisa menjaga budaya Bahasa Indonesia yang baik dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat
mengungkapkan gagasan penutur/penulisnya secara tepat sehingga dapat dipahami
oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Efektif dalam hal ini adalah ukuran
kalimat yang memiliki kemampuan menimbulkan gagasan atau pikiran pada pendengar
atau pembaca. Dengan kata lain, kalimat efektif
adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara
tepat sehingga pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah,
jelas dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya.[1]
Kalimat efektif adalah kalimat yang bukan hanya
memenuhi syarat-syarat komunikatif, gramatikal, dan sintaksis saja, tetapi juga
harus hidup, segar, mudah dipahami, serta sanggup menimbulkan daya khayal pada
diri pembaca. (Rahayu: 2007)
Makna
Kalimat Efektif
Makna Kalimat Efektif mudah dipahami dan Cendikia
(logis) . Kalimat Efektif sangat di tuntut dalam karangan ilmiah, surat
perintah, pengiriman kabar/berita, Surat permohonan, Surat putusan dan
sebagainya. Kalimat Efektif adalah ukuran kalimat yang memiliki kemampuan
menimbulkan gagasan atau pikiran pada pendengar atau pembaca.
B. Unsur-Unsur Kalimat Efektif
Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam
buku-buku tata bahasa Indonesia lama lazim disebut jabatan kata dan kini
disebut peran kata dalam kalimat, yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O),
pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa Indonesia baku
sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur, yakni subjek dan predikat. Unsur
yang lain (objek, pelengkap, dan keterangan) dalam suatu kalimat dapat wajib
hadir, tidak wajib hadir, atau wajib tidak hadir.
1. Subjek (S)
Subjek
(S) adalah bagian kalimat menunjukkan pelaku, tokoh, sosok (benda), sesuatu
hal, suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subjek biasanya
diisi oleh jenis kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal. Untuk
lebih jelasnya perhatikan contoh sebagai berikut ini:
a.
Ayahku
sedang melukis.
b.
Meja direktur besar.
c.
Yang berbaju batik dosen saya.
d.
Berjalan kaki menyehatkan badan.
e.
Membangun jalan layang sangat mahal.
Kata-kata yang dicetak tebal pada kalimat di atas
adalah S. Contoh S yang diisi oleh kata dan frasa benda terdapat pada kalimat
(a) dan (b), contoh S yang diisi oleh klausa terdapat pada kalimat (c), dan
contoh S yang diisi oleh frasa verbal terdapat pada kalimat (d) dan (e).
Dalam bahasa Indonesia, setiap kata, frasa, klausa
pembentuk S selalu merujuk pada benda (konkret atau abstrak). Pada contoh di
atas, kendatipun jenis kata yang mengisi S pada kalimat (c), (d) dan (e) bukan
kata benda, namun hakikat fisiknya tetap merujuk pada benda. Bila kita menunjuk
pelaku pada kalimat (c) dan (d), yang berbaju batik dan berjalan kaki tentulah
orang (benda). Demikian juga membangun jalan layang yang menjadi S pada kalimat
(e), secara implisit juga merujuk pada “hasil membangun” yang tidak lain adalah
benda juga. Di samping itu, kalau diselami lebih dalam, sebenarnya ada nomina
yang lesap, pada awal kalimat (c) sampai (e), yaitu orang pada awal kalimat (c)
dan kegiatan pada awal kalimat (d) dan (e).
Selain ciri di atas, S dapat juga dikenali dengan
cara bertanya dengan memakai kata tanya siapa (yang)… atau apa (yang)… kepada
P. Kalau ada jawaban yang logis atas pertanyaan yang diajukan, itulah S. Jika
ternyata jawabannya tidak ada dan atau tidak logis berarti kalimat itu tidak
mempunyai S. Inilah contoh “kalimat” yang tidak mempunyai S karena tidak
ada/tidak jelas pelaku atau bendanya.
a.
Bagi siswa sekolah dilarang masuk.
b.
Di sini melayani obat generic.
c.
Memandikan adik di pagi hari.
Contoh
(a) sampai (c) belum memenuhi syarat sebagai kalimat karena tidak mempunyai S.
Kalau ditanya kepada P, siapa yang dilarang masuk pada contoh (a) siapa yang
melayani resep pada contoh (b) dan siapa yang memandikan adik pada contoh (c),
tidak ada jawabannya. Kalaupun ada, jawaban itu terasa tidak logis.
2. Predikat
(P)
Predikat
(P) adalah bagian kalimat yang memberitahu melakukan (tindakan) apa atau dalam
keadaan bagaimana subjek (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat).
Selain memberitahu tindakan atau perbuatan subjek (S), P dapat pula menyatakan
sifat, situasi, status, ciri, atau jatidiri S. termasuk juga sebagai P dalam
kalimat adalah pernyataan tentang jumlah sesuatu yang dimiliki oleh S. predikat
dapat juga berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas verba atau
adjektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomina, atau frasa nominal. Perhatikan
contoh berikut:
a.
Kuda meringkik.
b.
Ibu sedang tidur siang.
c.
Putrinya cantik jelita.
d.
Kota Jakarta dalam keadaan aman.
e.
Kucingku belang tiga.
f.
Robby mahasiswa baru.
g.
Rumah Pak Hartawan lima.
Kata-kata yang dicetak tebal dalam
kalimat di atas adalah P. kata meringkik pada kalimat (a) memberitahukan
perbuatan kuda. Kelompok kata sedang tidur siang pada kalimat (b)
memberitahukan melakukan apa ibu, cantik jelita pada kalimat (c) memberitahukan
bagaimana putrinya, dalam keadaan aman pada kalimat (d) memberitahukan situasi
kota Jakarta, belang tiga pada kalimat (e) memberitahukan ciri kucingku,
mahasiswa baru pada kalimat (f) memberitahukan status Robby, dan lima pada
kalimat (g) memberitahukan jumlah rumah Pak Hartawan.
Berikut
ini contoh kalimat yang tidak memiliki P karena tidak ada kata-kata menunjuk
pada perbuatan, sifat, keadaan, ciri, atau status pelaku atau bendanya.
a.
Adik saya yang gendut lagi lucu itu.
b.
Kantor kami yang terletak di Jln. Gatot
Subroto.
c.
Bandung yang terkenal kota kembang.
Walaupun
contoh (a), (b), (c) ditulis persis seperti lazimnya kalimat normal, yaitu
diawali dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik, namun di dalamnya tidak ada satu kata pun yang
berfungsi sebagai P. Tidak ada jawaban atas pertanyaan melakukan apa adik yang
gendut lagi lucu (pelaku) pada contoh (a), tidak ada jawaban atas pertanyaan kenapa
atau ada apa dengan kantor di Jalan Gatot Subroto dan Bandung terkenal sebagai
kota kembang itu pada contoh (b) dan (c). karena tidak ada informasi tentang
tindakan, sifat, atau hal lain yang dituntut oleh P, maka contoh (a), (b), (c)
tidak mengandung P. Karena itu, rangkaian kata-kata yang cukup panjang pada
contoh (a), (b), (c) itu belum merupakan kalimat, melainkan baru merupakan
kelompok kata atau frasa.
3. Objek
(O)
Objek
(O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. objek pada umumnya diisi oleh nomina,
frasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba
transitif, yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O, seperi pad contoh di
bawah ini.
a.
Nurul menimang …
b.
Arsitek merancang …
c.
Juru masak menggoreng …
Verba
transitif menimang, merancang, dan menggoreng pada contoh tersebut adalah P
yang menuntut untuk dilengkapi. Unsur yang akan melengkapi P pada ketiga
kalimat itulah yang dinamakan objek. Jika P diisi oleh verba intransitif, O
tidak diperlukan. Itulah sebabnya sifat O dalam kalimat dikatakan tidak wajib
hadir. Verba intransitive mandi, rusak, pulang yang menjadi P dalam contoh
berikut tidak menuntut untuk dilengkapi.
a.
Nenek mandi.
b.
Komputerku rusak.
c.
Tamunya pulang.
Objek
dalam kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya dipasifkan.
Perhatikan contoh kalimat berikut yang letak O-nya di belakang dan ubahan
posisinya bila kalimatnya dipasifkan.
a.
1) Martina Hingis mengalahkan Yayuk Basuki (O)
2) Yayuk Basuki (S) dikalahkan oleh Martina
Hingis.
b.
1) Orang itu menipu adik saya (O)
2) Adik saya (S) ditipu oleh oran itu.
4. Pelengkap
(pel)
Pelengkap
(P) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. letak Pelengkap
umumnya di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh
O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat berupa nomina,
frasa nominal, atau klausa. Namun, antara Pel dan O terdapat perbedaan.
Perhatikan cnntoh di bawah ini:
a. Ketua MPR membacakan Pancasila.
S P O
b. Banyak orpospol berlandaskan Pancasila.
S P Pel
Kedua
kalimat aktif (a) dan (b) yang Pel dan O-nya sama-sama diisi oleh nomina Pancasila, jika hendak dipasifkan
ternyata yang bisa hanya kalimat (a) yang menempatkan Pancasila sebagai O.
Ubahan kalimat (a) menjadi kalimat pasif adalah sebagai berikut:
Pancasila
dibacakan oleh ketua MPR.
S P O
Posisi Pancasila sebagai Pel pada
kalimat (b) tidak bisa dipindah ke depan menjadi S dalam kalimat pasif. Contoh
berikut adalah kalimat yang tidak gramatikal.
Pancasila
dilandasi oleh banyak orsospol.
Hal lain yang membedakan Pel dan O adalah jenis
pengisinya. Selain diisi oleh nomina dan frasa nominal, Pelengkap dapat juga
diisi oleh frasa adjectival dan frasa preposisional.
Di samping itu, letak Pelengkap tidak selalu persis
di belakang P. Apabila dalam kalimatnya terdapat O, letak pel adalah di
belakang O sehingga urutan penulisan bagian kalimat menjadi S-P-O-Pel. Berikut
adalah beberapa contoh pelengkap dalam kalimat.
- Sutardji membacakan pengagumnya puisi kontemporer.
- Mayang mendongengkan Rayhan Cerita si Kancil.
- Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum.
- Annisa mengirimi kakeknya kopiah bludru.
- Pamanku membelikan anaknya rumah mungil.
5. Keterangan
(ket)
Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang
menerangkan berbagai hal mengenai bagian kalimat yang lainnya. Unsur Ket dapat
berfungsi menerangkan S, P, O, dan Pel. Posisinya bersifat bebas, dapat di
awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi Ket adalah frasa nominal, frasa
preporsisional, adverbia, atau klausa.
Berdasarkan maknanya, terdapat bermacam-macam Ket
dalam kalimat. Para ahli membagi keterangan atas Sembilan macam (Hasan Alwi
dkk, 1998:366) yaitu seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.
C. Ciri-Ciri Kalimat Efektif
Untuk
dapat mencapai keefektifan, suatu kalimat harus memenuhi paling tidak enam
syarat berikut, yaitu adanya:[2]
1.
Kesepadanan
Yang dimaksud dengan kesepadanan ialah keseimbangan
antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat
ini diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang
baik.
Kesepadanan kalimat itu memiliki beberapa ciri,
seperti tercantum di bawah ini:
a. Kalimat
itu mempunyai subjek dan predikat dengan jelas.
Ketidakjelasan
subjek atau predikat suatu kalimat tentu saja membuat kalimat itu tidak
efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan
menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam bagi untuk, pada, sebagai,
tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek.
Contoh:
v Bagi
semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (Salah)
v Semua
mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (Benar)
b. Tidak
terdapat subjek yang ganda.
Contoh:
v Penyusunan
laporan itu saya dibantu oleh para dosen.
v Saat
itu saya kurang jelas.
Kalimat-kalimat
itu dapat diperbaiki dengan cara berikut :
v Dalam
menyusun laporan itu, saya dibantu oleh para dosen.
v Saat
itu bagi saya kurang jelas.
c. Kalimat
penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal.
Contoh:
v Kami
datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama.
v Kakaknya
membeli sepeda motor Honda. Sedangkan dia membeli sepeda motor Suzuki.
Perbaikan
kalimat-kalimat ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, ubahlah kalimat
itu menjadi kalimat majemuk dan kedua gantilah ungkapan penghubung intrakalimat
menjadi ungkapan penghubung antarkalimat, sebagai berikut:
v kami
datang agak terlambat sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama. Atau
v Kami
datang terlambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat mengikuti acara pertama.
v Kakaknya
membeli sepeda motor Honda, sedangkan dia membeli sepeda motor Suzuki. Atau
v Kakaknya
membeli sepeda motor Honda. Akan tetapi, dia membeli sepeda motor Suzuki.
d. Predikat
kalimat tidak didahului oleh kata yang.
Contoh:
v Bahasa
Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu.
v Sekolah
kami yang terletak di depan bioskop Gunting.
Perbaikannya
adalah sebagai berikut:
v Bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
v Sekolah
kami terletak di depan bioskop Gunting.
2.
Keparalelan
Yang dimaksud dengan keparalelan adalah kesamaan
bentuk kata yang digunakan dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama
menggunakan nomina. Kalau bentuk pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga
menggunakan verba.
Contoh:
a.
Harga minyak dibekukan atau kenaikan
secara luwes.
b.
Tahap terakhir penyelesaian gedung itu
adalah kegiatan pengecatan tembok, memasang penerangan, pengujian sistem
pembagian air, dan pengaturan tata ruang.
Kalimat (a) tidak mempunyai kesejajaran karena dua
bentuk kata yang mewakili predikat terdiri dari bentuk yang berbeda, yaitu
dibekukan dan kenaikan. Kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan
kedua bentuk itu.
Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara luwes. Kalimat
(b) tidak memiliki kesejajaran karena kata yang menduduki predikat tidak sama
bentuknya, yaitu kata pengecatan, memasang,pengujian, dan pengaturan. Kalimat
itu akan baik kalau diubah menjadi predikat yang nomial, sebagai berikut:
Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah
kegiatan pengecatan tembok, pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian
air, dan pengaturan tata ruang.
3.
Ketegasan
Yang dimaksud dengan ketegasan atau penekanan ialah
suatu perlakuan penonjolan pada ide pokok kalimat. Dalam sebuah kalimat ada ide
yang perlu ditonjolkan. Kalimat itu memberi penekanan atau penegasan pada
penonjolan itu. Ada berbagai cara untuk membentuk penekanan dalam kalimat.
a. Meletakkan
kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).
Contoh:
v Presiden
mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang
ada pada dirinya.
Penekanannya
ialah presiden mengharapkan.
Contoh:
Harapan
presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya. Penekanannya Harapan
presiden.
Jadi,
penekanan kalimat dapat dilakukan dengan mengubah posisi kalimat.
b. Membuat
urutan kata yang bertahap
Contoh:
Bukan
seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan
kepada anak-anak terlantar.
Seharusnya:
Bukan
seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan
kepada anak-anak terlantar.
c. Melakukan
pengulangan kata (repetisi).
Contoh:
Saya
suka kecantikan mereka, saya suka akan kelembutan mereka.
d. Melakukan
pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan
Contoh:
Anak
itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.
e. Mempergunakan
partikel penekanan (penegasan).
Contoh:
Saudaralah
yang bertanggung jawab.
4.
Kehematan
Yang dimaksud dengan kehematan
dalam kalimat efektif adalah hemat mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain
yang dianggap tidak perlu. Kehematan tidak berarti harus menghilangkan
kata-kata yang dapat menambah kejelasan kalimat. Peghematan di sini mempunyai
arti penghematan terhadap kata yang memang tidak diperlukan, sejauh tidak menyalahi
kaidah tata bahasa.
Ada beberapa kriteria yang perlu
diperhatikan.
a.
Penghematan dapat dilakukan dengan cara
menghilangkan pengulangan subjek. Perhatikan contoh:
Karena
ia tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
Hadirin
serentak berdiri setelah mereka mengetahui bahwa presiden datang.
Perbaikan
kalimat itu adalah sebagai berikut.
Karena
tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
Hadirin
serentak berdiri setelah mengetahui bahwa presiden datang.
b. Penghematan
dapat dilakukan dengan cara menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi
kata.Perhatikan contoh:
v Ia
memakai baju warna merah.
v Di
mana engkau menangkap burung pipit itu?
Kata
merah sudah mencakupi kata warna. Kata pipit sudah mencakupi kata burung.
Kalimat
itu dapat diubah menjadi
v Ia
memakai baju merah.
v Di
mana engkau menangkap pipit itu?
c. Penghematan
dapat dilakukan dengan cara menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
Perhatikan
kalimat-kalimat di bawah ini.
v Dia
hanya membawa badannya saja.
v Sejak
dari pagi dia bermenung.
Kata
naik bersinonim dengan ke atas.
Kata
turun bersinonim dengan ke bawah.
Kalimat
ini dapat diperbaiki menjadi
v Dia
hanya membawa badannya.
v Sejak
pagi dia bermenung.
d. Penghematan
dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.
Misalnya:
Bentuk
tidak baku : para tamu-tamu, beberapa orang-orang bentuk baku : para tamu,
beberapa orang.
5.
Kecermatan
Yang dimaksud dengan cermat adalah bahwa kalimat itu
tidak menimbulkan tafsiran ganda. Dan tepat dalam pilihan kata. Perhatikan
kalimat berikut.
a.
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal
itu menerima hadiah.
b.
Dia menerima uang sebanyak dua puluh
lima ribuan.
Kalimat (a) memilikimakna ganda, yaitu siapa yang
terkenal, mahasiswa atau perguran tinggi.
Kalimat (b) memiliki makna ganda, yaitu berapa
jumlah uang, seratus ribu rupiah atau dua puluh lima ribu rupiah.
6.
Kepaduan
Yang dimaksud dengan kepaduan ialah kepaduan ialah
kepaduan pernyataan dalam kalimat itu sehingga informasi yang disampaikannya
tidak terpecah-pecah.
a. Kalimat
yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris.Oleh
karena itu, kita hindari kalimat yang panjang dan bertele-tele.
Misalnya:
Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian
kita orang-orang kota yang telah terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu
dan yang secara tidak sadar bertindak keluar dari kepribadian manusia Indonesia
dari sudut kemanusiaan yang adil dan beradab
b. Kalimat
yang padu mempergunakan pola aspek + agen + verbal secara tertib dalam kalimat-kalimat
yang berpredikat pasif persona.
Contoh:
Surat itu saya sudah baca.
Saran yang dikemukakannya kami akan pertimbangkan.
Kalimat di atas tidak menunjukkan kepaduan sebab
aspek terletak antara agen dan verbal. Seharusnya kalimat itu berbentuk
v Surat
itu sudah saya baca.
v Saran
yang dikemukakannya akan kami pertimbangkan.
v Kalimat
yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata seperti daripada atau tentang antara
predikat kata kerja dan objek penderita.
Perhatikan kalimat ini :
v Mereka
membicarakan daripada kehendak rakyat.
v Makalah
ini akan membahas tentang desain interior pada rumah-rumah adat.
Seharusnya:
v Mereka
membicarakan kehendak rakyat.
v Makalah
ini akan membahas desain interior pada rumah-rumah adat
7.
Kelogisan
Yang dimaksud dengan kelogisan ialah bahwa ide
kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang
berlaku.
D. Syarat-Syarat Kalimat Efektif
Syarat-syarat
kalimat efektif adalah sebagai berikut:
1.
Secara tepat mewakili pikiran pembicara
atau penulisnya.
2.
Mengemukakan pemahaman yang sama
tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca
atau penulisnya.
E. Struktur Kalimat Efektif
Struktur kalimat efektif haruslah benar. Kalimat itu harus memiliki
kesatuan bentuk, sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadikan adanya kesatuan
arti. Kalimat yang strukturnya benar tentu memiliki kesatuan bentuk dan
sekaligus kesatuan arti. Sebaliknya kalimat yang strukturnya rusak atau kacau,
tidak menggambarkan kesatuan apa-apa dan merupakan suatu pernyataan yang salah.
Jadi, kalimat efektif selalu memiliki struktur atau
bentuk yang jelas. Setiap unsur yang terdapat di dalamnya (yang pada umumnya
terdiri dari kata) harus menempati posisi yang jelas dalam hubungan satu sama
lain. Kata-kata itu harus diurutkan berdasarkan aturan-aturan yang sudah
dibiasakan. Tidak boleh menyimpang, aalagi bertentangan. Setiap penyimpangan
biasanya akan menimbulkan kelainan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat
pemakai bahasa itu.
Misalnya, Anda akan menyatakan Saya menulis surat
buat papa. Efek yang ditimbulkannya akan sangat lain, bila dikatakan:[3]
- Buat Papa menulis surat saya.
- Surat saya menulis buat Papa.
- Menuis saya surat buat Papa.
- Papa saya buat menulis surat.
- Saya Papa buat menulis surat.
- Buat Papa surat saya menulis.
Walaupun kata yang digunakan dalam kalimat itu sama,
namun terdapat kesalahan. Kesalahan itu terjadi karena kata-kata tersebut
(sebagai unsur kalimat) tidak jelas fungsinya. Hubungan kata yang satu dengan
yang lain tidak jelas. Kata-kata itu juga tidak diurutkan berdasarkan apa yang
sudah ditentukan oleh pemakai bahasa.
Demikinlah biasanya yang terjadi akibat penyimpangan
terhadap kebiasaan struktural pemakaian bahasa pada umumnya. Akibat selanjutnya
adalah kekacauan pengertian. Agar hal ini tidak terjadi, maka si pemakai bahasa
selalu berusaha mentaati hokum yag sudah dibiasakan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Kalimat
efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara
secara tepat sehingga pndengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan
mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimasud oleh penulis atau
pembicaranya.
2. Unsur-unsur
dalam kalimat meliputi : subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel),
dan keterangan (Ket).
3. Ciri-ciri
kalimat efektif yaitu : Kesepadanan, keparalelan, ketegasan, kehematan,
kecermatan, kepaduan, kelogisan.
B.
Saran
1.
Bagi para pendidik
Para pendidik sebaiknya memahami dengan seksama dan
bena tentang bahasa indnesia yang memiliki berbagai ragam bahasa supaya dalam
proses kegiatan belajar mengajar teradi komunikas yang baik dan tepat
penggunaan bahasanya antara pendidik dengan peserta didik.
2.
Bagi calon pendidik
Para calon pendidik sebaiknya memahami
dan mencari pengetahuan secara seksama mengenai materi dalam makalah ini supaya
pada saat pendidik terjun ke lapangan tidak terjadi kekeliruan dalam pemakaian
bahasa terhadap peserta didik dengan pedidik.
3.
Bagi lembaga sekolah
Lembaga sekoah sebaiknya memberikan dan
menekankan perhatian penuh terhadap penggunaan ragam bahasa yang tepat agar
terjalin komunikasi yang selaras.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali,
Lukman dkk. 1991. Petunjuk Praktis Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Badudu,
J.S. 1983. Membina Bahasa Indonesia baku. Bandung: Pustaka Prima.
Finoza,
Lamuddin. 2002.. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.
http:////Pengertian, Ciri, dan
Penggunaan Kalimat Efektif.html.
http://an
Kali//Pengertian, Ciri, dan Penggunaan
Kalimat Efektif.html.
Mustakim.
1994. Membina Kemampuan berbahasa: Panduan ke Arah Kemahiran Berbahasa. Jakarta:Gramedia
pustaka Prima.
Ramlan,
M. dkk. 1994. Bahasa Indonesia yang Salah dan Yang Benar. Yogyakarta: Andi
Offset Yogyakarta.
Razak, Abdul. 1985. Kalimat
Efektif. Jakarta: Gramedia.
[1] Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Pusaka Kalimat Efektif Bahasa
Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia, Tahun 1995, Hal 42.
[2] Razak, Abdul. 1985. Kalimat
Efektif. Jakarta: Gramedia
[3] Ramlan, M.
dkk. Bahasa Indonesia yang Salah dan yang Benar. Yogyakarta: Andi Offset
Yogyakarta, 1994. hal 35
Comments
Post a Comment